Sabtu, 11 Agustus 2012

MACAM-MACAM KECERDASAN PADA ANAK


2.1 Pendapat Para Ahli Terkait dengan Kecerdasan Anak.
Kecerdasan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugerah ini mampu menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini. Istilah kecerdasan sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ di atas rata-rata, pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu; kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang.
Banyak teori-teori yang diungkapkan oleh para ahli terkait dengan kecerdasan anak. Berikut ini berbagai teori yang membahas tentang kecerdasan:
1. Kecerdasan Umum/General Intelligence (G)
Teori kecerdasan umum dicetuskan oleh Charles Spearman, seorang ahli psikologi dari Inggris pada awal 1900. Teori ini berpendapat bahwa manusia mempunyai sebuah kemampuan mental umum yang mendasari semua kemampuannya untuk menangani kerumitan kognitif. Faktor G ini dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan pemecaham masalah, pemikiran abstrak, dan keahlian dalam pembelajaran.
2. Kecerdasan Cair dan Kecerdasan Kristal/Fluid Intelligence and Crystalized Intelligence
Teori kecerdasan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori general intelligence. Dalam teori ini dinyatakan bahwa ada dua macam kecerdasan umum, yaitu kecerdasan cair dan kecerdasan kristal. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat biologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai dengan pertambahan usia, mencapai puncak saat dewasa, dan akan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Sedangkan kecerdasan kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat, tidak ada batas maksimal selama manusia masih bisa dan mau belajar. Teori ini dicetuskan oleh Raymond Cattel dan John Horn pada tahun 1960-an.
3. Kecerdasan yang Dapat Dimodifikasi/ Modifiable Intelligence
Teori ini dikembangkan oleh Reuven Feuerstein yang bekerja dengan anak-anak cacat mental. Ia mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan kemampuan berpikir dan merancang suatu metode untuk mengajar anak tersebut. Tujuannya adalah mengajarkan keahlian berpikir dan memodifikasi keahlian kognitif dengan dasar kejadian atau pengalaman yang dialami anak tersebut.
4. Kecerdasan Proksimal/Proximal Intelligence
Menurut Leo Vygotsky, cara menguji perkembangan kognitif seorang anak dilakukan tidak hanya dengan memerhatikan kronologis dan usia mental anak, tetapi juga dengan memerhatikan kapasitas potensi anak tersebut. Caranya adalah dengan membandingkan kemampuan anak menyelesaikan suatu permasalahan seorang diri dan dengan mendapat bantuan seorang guru. Perbedaan antara dua hasil pengukuran ini merupakan ukuran wilayah dan arahan terhadap potensi anak.
5. Kecerdasan yang Dapat Dipelajari/Learnable Intelligence
Inti teori yang dicetuskan oleh David Perkins dari Harvard ini adalah bahwa kecerdasan dipengaruhi dan dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan manusia. Faktor tersebut adalah sistem otak, pengalaman hidup, dan kapasitas untuk melakukan pengaturan diri.
6. Kecerdasan Perilaku/Behaviour Intelligence
Profesor Arthur Costa dari Institute of Intelligence di Berkeley melakukan riset terhadap kecerdasan sebagai suatu kumpulan dari kecenderungan perilaku. Yang termasuk kecerdasan adalah keuletan, kemampuan mengatur perilaku impulsif, empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji akurasi dan ketepatan, kemampuan bertanya dan mengajukan pertanyaan, menerapkan pengetahuan yang didapatkan sebelumnya, ketepatan penggunaan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data melalui panca indra, kebijaksanaan, rasa ingin tahu, dan kemampuan mengalihkan perasaan.
7. Kecerdasan Tri Tunggal/Triarcthic Intelligence
Menurut Prof. Robert J. Stenberg, seorang yang berhasil pasti mempunyai keseimbangan dalam kecerdasan kreatif, analisis, dan praktis. Kecerdasan kreatif meliputi kemampuan mengenali dan merumuskan ide yang baik dan solusi untuk masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Kecerdasan analisis digunakan saat secara sadar mengenali dan memecahkan masalah, merumuskan strategi, menyusun dan menyampaikan informasi dengan akurat, mengalokasikan sumber daya, dan memantau hasil yang dicapai. Kecerdasan praktis adalah kecerdasan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk bisa bertahan hidup. Kecerdasan ini meliputi keberhasilan mengatasi perubahan dan kumpulan pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah.
8. Kecerdasan Moral
Teori kecerdasan moral dicetuskan oleh Robert Coles. Teori ini didasari oleh bagaimana lahir dan terbentuknya nilai hidup dalam diri seorang anak. Kita menjadi apa yang kita jalani dan apa yang kita jalani dalam hidup kita dituntun oleh orang yang berpengaruh dalam hidup kita. Coles yakin bahwa anak dapat menjadi lebih cerdas dan dapat mempelajari empati, rasa hormat, dan bagaimana hidup berdasarkan pada prinsip dan nilai hidupnya.
9. Kecerdasan Emosional/Emotional Intelligence
Menurut Daniel Goleman, dalam kecerdasan emosi terdapat lima komponen penting dan kombinasi dari masing-masing komponen ini memiliki nilai yang lebih penting dari pada IQ. Elemen tersebut adalah kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur hubungan/relasi.

10. Kecerdasan Majemuk/Multiple Intelligence
Kecerdasan ini dicetuskan oleh Prof. Howard Gardner dari Harvard. Menurutnya, manusia mempunyai lebih dari satu kecerdasan. Teori kecerdasan Gardner mengatakan bahwa seorang manusia paling tidak memiliki delapan kecerdasan, yaitu linguistik, logika-matematika, intrapersonal, interpersonal, naturalis, musikal, visual-spasial, dan kinestetik.
Kedelapan kecerdasan ini bekerja sama dalam satu jalinan yang unik dan rumit. Setiap manusia memiliki kecerdasan ini dengan kadar perkembangan yang berbeda-beda.
Teori ini merupakan terobosan baru yang booming saat ini. Hal ini disebabkan karena menurut teori ini setiap manusia pasti memiliki kecerdasan. Teori ini mendobrak sistem yang selama ini diagung-agungkan dan digunakan dalam mengukur kecerdasan seseorang dengan tes IQ. Dengan teorinya, Howard Gardner mengubah cara kita memandang kecerdasan.
Lebih dari sekedar penjabaran tentang sifat kecerdasan, teori kecerdasan ini telah memengaruhi para pendidik dan sekolah-sekolah di seluruh dunia. Berdasarkan teori ini, banyak dikembangkan metode-metode pengajaran baru.
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan, antara lain:
a)      Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.

b)      Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan memperkuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkungan yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.

c)      Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.

d)     Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.

e)      GayaHidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan mendengarkan musik Mozart.

2.2 Kecerdasan Ganda atau Multiple Intelligence.
Teori lain mengenai kecerdasan anak yang lebih luas dikemukakan Howard Gardner seorang psikolog dan guru besar Universitas Harvard yang menafsirkan kecerdasan dasar manusia dalam 8 dimensi (terakhir dikemukakan kecerdasan yang ke-9) yang dikenal dengan Kecerdasan Ganda (Multiple Intellegences). Garder berusaha memperluas cakupan potensi manusia melampaui batas nilai IQ dengan mengkritik beberapa tes kecerdasan yang dilakukan di lingkungan ilmiah dan pembelajaran. Menurutnya, kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas memecahkan masalah dan menciptakan produk lingkungan yang kondusif dan alamiah (Amstrong, 2000).
Berikut ini merupakan macam-macam kecerdasan ganda menurut Gardner beserta cirri-cirinya:
1.      Kecerdasan Linguistik, merupakan kemampuan berkaitan dengan bahasa dengan menggunakan kata secara efektif, baik lisan (bercerita, berpidato, orator atau politisi) dan tertulis(serperti, wartawan, sastrawan, editor dan penulis). Umumnya memiliki ciri antara lain: (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).
2.       Kecerdasan Matematika-Logis, merupakan kemampuan dalam menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, fisikawan, akuntan pajak, dan ahli statistik) dan melakukan penalaran (misalnya, programmer, ilmuwan dan ahli logika). Ciri-cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3.      Kecerdasan Spasial, merupakan kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual dalam bentuk tertentu. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam ruang lingkup spasial. Ciri-cirinya antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
4.      Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, merupakan kemampuan menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlet atau penari. Keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Misalnya pengrajin, pematung, tukang batu, ahli mekanik, dokter bedah. Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik spesifik seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan atau kemampuan menerima rangsangan (proprioceptive). Memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5.      Kecerdasan Musikal, merupakan kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsikan, membedakan, mengubah dan mengekspresikan. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap irama, pola nada, melodi, warna nada atau suara suatu lagu. Misalnya penikmat musik, kritikus musik, komposer, penyanyi. Memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
6.      Kecerdasan Interpersonal, Kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Dengan kata lain, mampu berinteraksi atau bergaul dengan orang lain secara baik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat.  Misalnya seperti motivator, psikolog dan sebagainya. Memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.
7.      Kecerdasan Intrapersonal, ialah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat mencakup kekuatan dan keterbatasan. Kesadaran akan kemampuan diri sendiri, suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, keinginan, disiplin diri, memahami dan menghargai diri. Memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8.      Kecerdasan Naturalis, yaitu keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies, flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap fenomena-fenomena alam. Memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
9.      Kecerdasan Spiritual, yaitu Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah-keimanan, keyakinan akan kebesaran Allah SWT. Kecerdasan ini meliputi kesadaran suara hati, aktualisasi, dan keikhlasan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk.

PARADIGMA GEOGRAFI


Pengertian paradigma secara komprehensif yaitu merupakan kesamaan pandang keilmuan yang didalamnya tercakup asumsi-asumsi, prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima oleh sekelompok ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang tetap. Selain itu, paradigma juga diartikan sebagai keseluruhan kumpulan (konstelasi) kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) dan sebagainya yang dianut warga suatu komunitas tertentu.
Menurut Harvey dan Holly pengertian paradigma dibedakan atas tiga macam pengertian yaitu:
  1. Paradigma Metafisika atau metaparadigm yang menggambarkan pandangan secara global keseluruhan sebuah ilmu, dimana mempunyai fungsi dasar yaitu, menetapkan apa saja yang sebenarnya (dan yang bukan ) menjadi urusan masyarakat ilmiah tertentu, memberi petunjuk kepada ilmuwan kearah mana melihat (dan arah mana yang tidak usah dilihat) agar menemukan apa-apa yang sebenarnya menjadi urusannya, serta memberi petunjuk kepada ilmuwan apa yang dapat diharapkan untuk ditemukan jika ia mendapatkan dan menyelidiki apa-apa yang sebenarnya menjadi urusan dalam bidang ilmunya.Paradigma ini mencakup wilayah konsensus paling luas dalam suatu disiplin dan menetapkan bagian-bagian wilayah penelitian.
  2. Paradigma Sosiologis, pengertiannya hanya terbatas pada keberhasilan ilmiah yang konkret yang mendapat pengakuan secara universal.
  3. Paradigma Artefak atau Construct paradigm mengandung artian paling sempit, yang dapat berarti apa-apa yang secara khas (spesifik) termuat dalam suatu buku, instrumen ataupun hasil karya pengetahuan klasik. Secara konseptual paradigma Artefak ada dalam lingkup cakupan paradigma Sosiologis, dan paradigma Sosiologis ada dalam lingkup cakupan Metaparadigm.
Dari segi ini ternyata geografi sosial sebagai ilmu telah mengalami berbagai periode perkembangannya. Masing-masing periode menunjukkan kesamaan karakter persepsi terhadap apa yang disebut sebagai suatu Paradigma.
Contoh paradigma dalam geografi sosial antara lain yaitu :
  1. Paradigma Determinisme lingkungan yang dikembangkan oleh Ratzel
  2. Paradigma atau faham Posibilitis sekaligus sebagai salah satu pengembang paradigma regional yang dikembangkan oleh Vidal
  3. Paradigma Bentang alam budaya yang juga menerapkan pendekatan kesejahteraan yang dikembangkan oleh Saver
  4. Paradigma Regional di Amerika yang dikembangkan oleh Hatshorne
  5. Paradigma Keruangan yang dikembangkan oleh Schaefer yang merupakan penganut positivisme ilmu
Sebenarnya perkembangan keilmuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan bersifat evolutif dan berjalan melalui kurun waktu yang relatif panjang sehingga perkembangan-perkembangan yang telah berkembang sebelumnya, sejalan dengan perkembangan kualitas ilmu pengetahuan beserta alat-alat bantu penelitian dan analisisnya.

1.      Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi geografi. Secara garis besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara lain:
  1. Paradigma Eksplorasi
  2. Paradigma Environmentalisme
  3. Paradigma Regionalisme
Masing-masing paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan produknya yang merupakan pencerminan perkembangan suatu tuntutan kehidupan serta pencerminan perkembangan teknologi penelitian serta analisis yang ada.

a. Paradigma eksplorasi
Menunjukkan proses perkembangan awal dari pada “geographical thought” yang pernah dikenal arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat dari upaya pemetaan-pemetaan, penggambaran-penggambaran tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta dasar yang berhubungan dengan daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian muncul tulisan-tulisan atau gambaran-gambaran, peta-peta daerah baru yang sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi para peneliti untuk lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan maupun peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak dikenal oleh masyarakat barat mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada produk yang dihasilkan berupa deskriptif dan klasifikasi daerah baru beserta fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat terbatasnya latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian yang dilaksanakan. Inilah sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut perkembangan “geographical thought” atau pikiran/ gagasan secara geografi sebagai suatu deskripsi sederhana tentang apa yang diketahui dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi (classification) data yang masih sangat sederhana.

b. Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari metode terdahulu. Pentingnya sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut peneliti-peneliti pada masa ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran lebih mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan fisik dimana kehidupan manusia berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir abad sembilan belas, dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari “lingkungan fisik” terhadap pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi bergaung begitu lantang (geographical determinism). Bahkan, sampai pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini masih terasa gemanya.
Bentuk-bentuk analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai banyak dilakukan. Dalam beberapa hal “morphometric analysis” pada taraf mula ini berakar pada “cognitive description”dimana pengembangan sistem geometris, keruangan dan koordinat yang dikerjakan telah membuahkan sistematisasi dan klasifikasi data yang lebih lengkap, akurat dibandingkan dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota misalnya, merupakan salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas tertentu dapat digunakan untuk membuat prediksi (model-model prediksi)dan simulasi. Untuk ini, karya Walter Christaller (1993) merupakan contoh yang baik. Upaya untuk menjelaskan terkondisinya fenomena-fenomena tertentu, khususnya “human phenomena” oleh elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan lebih baik dan sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara manusia dan lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia dengan lingkungan alam telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam menempatkan manusia pada ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya didekte oleh lingkungan alam tetapi manusia mempunyai peranan yang lebih besar lagi di dalam menentukan bentuk-bentuk kegiatannya di permukaan bumi (geographical possibilism dan probabilism).

c. Paradigma Regionalisme
Perkembangan terakhir dari periode paradigma tradisional adalah paradigma Regionalisme. Disini nampak unsur “fact finding tradition of exploration” di satu sisi dan upaya memunculkan sistesis hubungan manusia dan lingkungannya di sisi lain nampak mewarnai paradigma ini. Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar pengenalan ruang yang lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional regions) wilayah ditinjau dari segi hirarkinya (the 1st order, the 2nd order, the3rd order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau dari segi kategorinya (single topic, duoble topic, combine topic, multiple topic, total, regions) adalah beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan dengan berkembangnya paradigma regionalisme ini, dalam membantu analisis. Disamping itu “temporal analysis” sebagai salah satu bentuk “causal analysis” berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).

2.      Periode Perkembangan Paradigma-Paradigma Kontemporer
Pada masa ini mulai terjadi perkembangan baru di bidang metode analisis kuantitatif dan “model building”. Perkembangan paradigma geografi pada msa ini juga disebut sebagai periode paradigma analisis keruangan (the spatial analysis paradigm). Coffey (1981) mengemukakan tentang ciri-ciri paradigma geografi kontemporer antara lain yaitu adanya sinyalemen bahwa salah satu ciri daripada geografi kontemporer adalah adanya kecenderungan spesialisasi yang dikhawatirkan akan menjauh dari fitrah geografi sendiri. Hal ini ternyata sejalan dengan apa yang masing-masing spesialisasi ini menjadi sedemikian terpisah atau salah satu sama lain sehingga hubungan intelektualnya pudar.
Kemudian dikemukakan pula bahwa untuk mengatasi agar bahaya yang disinyalir oleh para pakar mengenai pudarnya fitrah geografi adalah dengan pendekatan sistem, khususnya spatial system approach. Untuk sampai ke arah ini, dengan sendirinya pengetahuan dasar mengenai sistem sendiri harus dimiliki oleh mahasiswa geografi. Pada masa ini functional analysis, ecological analysis dan system analysis berkembang dengan baik pula sejalan dengan inovasi daripada teknik-teknik dan metode analisis (Holt-Jensen, 1980).
Ide untuk kembali ke fitrah geografi memang berulang-ulang didengungkan oleh para pakar. Hal ini memang wajar sekali karena telah disinyalir munculnya penyimpangan-penyimpangan yang dianggap mengaburkan ciri khas geografi itu sendiri. Selama perkembangannya, ada dua gerakan munculnya ide sintesis ini. Gerakan pertama kali dikemukakan oleh Ritter dimana studi Geografi tidak lain dianggap sebagai suatu “regional synthesis”. Semua fenomena dianggap berhubungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai peranannya yang khas dalam satu perangkat sistem. Untuk itulah geografiwan harus mempelajari sintesis daripada gejala-gejala yang ada pada suatu wilayah dan yang mengungkapkan apa yang disebut sebagai “wholeness”. Ide pendekatan sistem memang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran ini.
Konsep sintesis baru dikemukakan oleh Peter Haggett (1975) di dalam karyanya yang berjudul “Geography : A Modern Synthesis”. Sintesis baru ini berusaha merangkum beberapa pendekatan terdahulu sampai saat ini dengan memberi warna yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan di bidang teknologi.